Newest Post

Dimana Allah

| Senin, 28 April 2014
Baca selengkapnya »


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Sesungguhnya    penyimpangan  dari aqidah  yang benar (shahi- hah) adalah pangkal terjadinya kesesatan dan kehancuran pada umat Islam  karena aqidah shahihah merupakan fundamen bagi agama serta syarat sah diterimanya amal. Sebagaimana firman Allah U:
] وَلَقَدْ أُوْحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لـَئِنْ   أَشْرَكْتَ  لَيَحْبـَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتـَكُوْنـَنَّ مِنَ الْخَاسِرِ يْنَ [ الزمر: 65

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu, jika kamu mempersekutukan (Tuhan) niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (Az-Zumar:65).

Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk memiliki aqidah shahihah dan menjauhkan diri dari pemahaman aqidah yang menyimpang (batil).

      Salah satu contoh penyimpangan aqidah yang melanda sebahagian kaum muslimin adalah tentang keberadaan Allah I, entah dikarenakan hawa nafsu atau syubhat-syubhat (keraguan-keraguan) yang ada pada mereka sehingga mereka mengatakan bahwa Allah I berada dimana-mana atau Allah I menyatu dalam diri mahluk-Nya atau dikarenakan kebodohan mereka sehingga mereka mengatakan: “Saya tidak tahu dimana Allah I
Pemahaman-pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang menyimpang dari pemahaman  aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
      Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Allah I bersemayam (istiwa’) di atas langit di atas ‘arsy-Nya  sesuai dengan ke- Maha Agungan-Nya.
Dalil Al-Qur’an
Di dalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang menyebutkan tentang  ke-Maha Tinggian Allah U di atas hamba-hamba-Nya atau Allah  berada di atas langit, Diantaranya firman Allah U :
]الرَّحْمـَنُ عَلىَالْعَرْشِ اسْتــَوَى[ طه : 5

Tuhan   yang   Maha   Pemurah yang bersemayam  di atas ‘Arsy(Thaha:5)    

]…ثــُمَّ اسْتــَوَى عَلَىالْعَرْشِ[…. الفرقان:59

"…Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy,.…” (Al Furqan:59)

]  يَخـَافُوْنَ رَبــَّهُمْ مِنْ فَوْقِهـِمْ….[ النحل :50

“Mereka takut kepada Tuhan yang ada di atas mereka “ (An-Nahl:50)
Berkaitan dengan dalil-dalil tentang bersemayamnya Allah di atas langit (‘Arsy), para pemuka madzhab Syafi’i mengatakan bahwa di dalam Al Qur’an terdapat lebih dari seribu ayat yang menunjukkan bahwa Allah  Maha Tinggi atas segala mahluk-Nya dan Allah  berada di atas hamba-hamba-Nya. Sedangkan ulama yang lain mengatakan tiga ratus ayat (Lihat Majmu’ Fatawa V/226).
Para ‘ulama salaf telah berijma’ (bersepakat) makna istiwa’ sesuai dengan makna zhahirnya/sebenarnya dan tidak membuat ta’wil istiwa’ dengan istawla (إستولى ) yang artinya berkuasa. Sesungguhnya yang pertama kali yang menyebutkan bahwasanya Allah I  tidak beristiwa’ di atas ‘Arasy secara hakiki tetapi istiwa’ bermakna إستولى   adalah Ja’ad bin Dirham  guru Jahm bin Shafwan (pelopor Jahmiyah) dan i’tiqad ini juga yang dianut oleh golongan lain seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Asy’ariyah sehingga mereka mengatakan dan meyakini bahwa “Allah tidak berada / bersemayam di atas langit tetapi Allah  ada di mana-mana ..!!!”
Ibnu Abdil Barr رحه الله berkata : “Dan istiwa’ sudah dimaklumi maknanya dalam bahasa Arab yaitu tinggi dan naik ke atas sesuatu dan menetap serta berdiam di atasnya” (Lihat Kitabul ‘Arsy hal 170) dan berkata Syaikh Muhammad Shalih al Utsaimin  رحه الله menjelaskan : ”Para salaf memaknai istiwa’ dengan 4 makna ‘Ala (tinggi), Irtafa’a (meninggi) Sha’ada (naik) dan Istaqarra (menetap dan bersemayam) (Lihat Syarh al-Aqidah al Wasithiyah hal. 375)
Berkaitan dengan istiwa’ ini pula, Imam Malik bin Anas رحه الله berkata :
اَلإِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ، وَاْلإِيـْـمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ
“Istiwa’ itu sudah diketahui maknanya, dan bagaimana caranya tidak diketahui (abstrak), mengimaninya wajib, dan  mempersoalkannya adalah  bid’ah” (Lihat ArRaddu ‘ala Jahmiyah hal 10)
Dalil As-Sunnah
      Sedangkan dalil dari as Sunnah diantaranya adalah hadits tentang pertanyaan Rasulullah r kepada seorang budak wanita milik Mu’awiyah bin al Hakam as-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya.
فَقَالَ لَهَا :)  أَيـْنَ اللهُ ؟ (  قَالَتْ : فِىالسَّمآءِ, قَالَ: ) مَنْ أَنــَا؟ (   فَالَتْ: أَنـْتَ رَسُوْلُ اللهِ, قَالَ: )  أَعْتِقْهـَا فَإِنـــَّــهَا مُؤْمِنَةٌ  (رواه مسلم و أبو داود
“Beliau bertanya kepadanya : “Dimana Allah ?” jawab budak perempuan : “Di atas langit”. Beliau bertanya : “Siapa saya ?” Jawab budak perempuan : “Anda adalah Rasulullah”. Beliau bersabda: ”Merdekakanlah ia ! karena sesungguhnya ia  seorang mu’minah”. (HSR. Muslim dan Abu Daud)
Di hadits lain Rasulullah r bersabda :
)  أَلاَ تُأَمــِّنُوْنِيْ وَأَنـــَا أَمِيْنٌ  مَنْ فِي السَّـمَاءِ(
“Tidakkah kamu merasa aman kepadaku padahal aku orang kepercayaan Dzat yang di atas langit” (HSR. Ibnu Khuzaimah dan Thabrany)
Pendapat ‘Ulama
      Para As Salaf  As Sholeh (generasi terdahulu) mempunyai i’tikad  (keyakinan) bahwa Allah berada di atas langit.
Abu Bakar As Shiddieq t berkata : “Barang siapa menyembah Muhammad sesungguhnya Muhammad telah wafat dan barang siapa yang menyembah Allah sesungguhnya Allah di atas langit Maha Hidup tidak pernah mati” (Lihat Shifatul ‘Uluw hal. 23)
Imam Malik رحمه الله berkata :
Allah ada di atas langit dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, Tempat(‘Arsy-Nya) tidak pernah kosong
Imam Abu Hanifah رحمه الله berkata:
Orang yang berkata : Aku tidak mengetahui apakah Allah berada di lagit atau di bumi? Maka sesungguhnya ia telah kufur”
Sebagai seorang muslim, kita harus memahami bahwa persoalan aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat (mendahulukan akal) di dalamnya, karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah sesuai pemahaman As Salaf As Sholeh, sebab tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib baginya dan apa yang harus suci darinya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah r dan diharamkan bagi kita untuk mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa meneliti sejauh mana kebenarannya.
Imam Ahmad bin Hambal  رحمه الله berkata : “Janganlah mensifati Allah kecuali dengan apa yang Allah telah sifatkan bagi diri-Nya sendiri dan apa yang telah disifatkan oleh Rasulullah  dan janganlah mendahului Al Qur’an dan AsSunnah” (Lihat Majmu’ Fatawa 4/26).
Berkata Al Khattabi dan Abu Bakar Khatib رحمهما الله :
Madzhab salaf menjadikan seluruh ayat Al-Qur’an  dan hadits-hadits tentang Sifat Allah sesuai dengan zhahir (hakekatnya) dan menolak “bagaimana” dan penyerupaannya. (Majmu’ Fatawa 33:175).
Inilah pandangan madzhab salaf/Ahlu Sunnah wal Jama’ah  dalam masalah Nama dan Sifat-Nya.
     Adapun i’tiqad bahwa Allah itu berada di dalam diri kita (menyatu dengan hamba-Nya atau Wihdatul Wujud) sebagaimana yang diyakini oleh sebagian pengikut Tasauf (Sufiyyah)  atau Allah berada dimana-mana adalah i’tiqad yang batil, sesat dan menyesatkan  karena selain bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah juga bertentangan dengan akal sehat dan fitrah manusia.
Jika Allah bersatu dengan makhluk-Nya) berarti kita telah menyerupakan Allah U  dengan makhluk-Nya, padahal Allah telah berfirman :
 ]لَيــْسَ كَمِثـْلِهِ شَيْءٌ…[ الشـورى:11
“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia….” (Asy-Syuura:11)
       jika kita meyakini Allah ada dimana-mana berarti Allah bisa berada di selokan, di WC, tempat ma’siat dan sebagainya. Naudzubillah min dzalik (Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan dan yakini).    
      Selain itu sangat mengherankan jika seorang muslim tidak tahu di mana Tuhan yang di sembahnya, hal ini berarti ia menyembah sesuatu yang tidak jelas keberadaannya.  
      Sebagai kesimpulan adalah wajib bagi kita setiap muslim untuk beri’tiqad bahwa Allah I di atas langit dan menolak pemahaman-pemahaman yang batil. Sesungguhnya segala apa yang ditunjukkan oleh Al Qur’an dan as  Sunnah sesuai manhaj As Salaf Ash Sholeh tentang hak Allah U maka kita wajib meyakininya dan mengamalkannya. Wallahu Ta’ala a’lam ­q
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


   -Abu Mujahidah al Atsary-







Dimana Allah

Posted by : Alemusarai
Date :Senin, 28 April 2014
With 0komentar

Betapa Cepat Usia Berpacu

| Senin, 14 April 2014
Baca selengkapnya »

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. وَقَالَ: وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
وَقَالَ النَّبِيُ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
Jamaah Jum’at hamba Allah yang berbahagia
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah, yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan yang apabila kita ingin menghitungnya niscaya kita tidak akan sanggup untuk menghitung kenikmatan tersebut, sebagaimana Allah telah berfirman:
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya” (Ibrahim 34).
Dan terlebih-lebih karena Allah masih mengkaruniakan kepada kita dua kenikmatan yang besar yaitu nikmat Iman dan nikmat Islam, karena dengan kedua nikmat ini merupakan satu bukti bahwa kita merupakan umat pilihan, yang dipilih oleh Allah, sebagimana firman Allah:
“Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah” (Yunus 100).
Shalawat serta salam selalu terlimpah kepada nabi besar Muhammad beserta keluarga, shahabat dan kepada orang-orang yang mengikuti jejak beliau dengan baik sampai akhir zaman.
Jamaah Jum’at arsyadakumullah
Allah berfirman dalam Al-Qur’anu
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
"Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar merugi. Kecuali mereka yang beriman, beramal shalih dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat-manasehati dalam kesabaran." (QS. Al-Ashr: 1-3)
Umur manusia tidaklah lama. Kadang memang tak terbayangkan, 50 tahun seberapa panjang. Tetapi setelah dijalani, tanpa terasa begitu cepat terlampaui. Orang sering mengeluhkan ketertinggalannya dibanding laju umurnya sendiri.
Memang waktu tak bisa dicegah. Ia terus berjalan, berputar menapaki pergantian siang dan malam. Berulang-ulang, tahu-tahu tahun telah berganti. Belum lama rasanya Ramadhan, kini telah terulang kembali.
Nah, apakah yang kita rasakan dengan pergantian waktu itu? Umur bertambah itu jelas. Tetapi arti apakah yang kita dapatkan dari pertambahan umur itu? Kalau sebahagian orang  selalu berkata tentang pertambahan nilai, maka pada khotbah kali ini kita akan mencoba mencermati pertambahan umur, sesuatu yang tak mungkin bisa kita hindari.
Usia setiap makhluk ada batasnya. Batas itu telah ditetapkan oleh Allah, yang disebut ajal. Jatah itulah yang dibagi dalam tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik yang ditapaki sejalan dengan denyutan jantung makhluk itu. Setiap pertambahan waktu satu detik berarti pengurangan jatah umur sedetik pula. Kalau kita tak pernah sempat mengingatnya, maka tahu-tahu umur kita telah berkurang sekian tahun. Ajal pun telah mendekat dalam panjang tahun yang sama pula.
Toh akhirnya batas itu akan tercapai juga. Tak mungkin tidak. Persoalnnya, kita tak pernah tahu, sampai dimana batas direntangkan. Tak seorang pun tahu, kapan ia mesti kembali menghadap Tuhannya.
Tiga kali Allah menegaskan, bahwa setiap yang berjiwa akan mati, dengan lafal yang sama.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
 "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati....." (QS. 3(ali-imran):185, 21(Al-anbiya): 35, 29(Al-ankabut):57)
Itu sebuah penegasan yang sangat perlu mendapatkan perhatian kita. Bahwa semuanya akan menjadi tiada pada saatnya. Ini masih ditambah dengan firman penegasan yang lain,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
"Bagi setiap ummat ada ketetapan ajal. Maka apabila telah datang waktunya (ajal) tak seorangpun mampu mengundurkan ataupun memajukannya." (QS. Al-A'raf:34)
Sangat tegas Allah memberitahukan, tak ada yang mampu menundanya ataupun mempercepat kedatangan mati. Bagaimana dengan dokter? Sekalipun dokter yang sangat ahli. Kalaulah ada orang yang bisa diselamatkan dengan upaya sedemikian rupa, padahal sebelum itu kondisinya sudah tak beda dengan orang mati, maka pasti memang belum datang saat kematian. Ketentuan Allah memang menyebutkan, orang itu belum meninggal pada saat itu.
Apakah dengan demikian berarti kita tak perlu mengupayakan 'memperpanjang umur' dengan keyakinan kita tidak akan meninggal sebelum ketentuan Allah datang? Tentu saja pendapat demikian salah besar. Sebab tak seorangpun tahu, bagaimana ketentuan Allah terhadap dirinya. Bagaimana bisa yakin bahwa ketentuan kematian belum akan datang? Selama hayat masih di kandung badan, upaya harus tetap dilakukan. Yang perlu kita bayangkan bukanlah telah datangnya saat kematian, melainkan masih adanya denyut kehidupan.
Yang bisa diketahui manusia soal mati hanyalah fenomenanya saja. Sebatas pada gejala dan definisi. Kalau 'hidup' diartikan sebagai bekerjanya fungsi organ tubuh, maka 'mati' adalah saat di mana semua fungsi itu terhenti. Organ itu sendiri masih ada, dan mungkin juga masih utuh. Tetapi tidak bisa dipergunakan lagi. Dipukulpun, orang mati tidak akan bereaksi, karena memang sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi.
Kondisi demikian itu akan segera kita rasakan. Menjadi orang mati. Tamat sudah riwayat hidup kita. Kemabli ke dunia sunyi, disertai catatan amal kita sendiri-sendiri. Di situlah kalau kita hendak meratapi, menyesali sejarah hidup selama di dunia. Tetapi penyesalan sudah tiada arti. Sejak saat kematian itu, dalam waktu yang tak terhingga kita akan selalu berhadapan dengan berbagai konsekuensi atas apa yang kita lakukan semasa hidup.
Mereka yang menyia-nyiakan umurnya, niscaya akan menyesal selama-lamanya. Sedang sesal dalam satu jam saja sudah sering membuat kita dongkol, bisa berakibat berhari-hari dirundung ketidakenakan; makan tak bernafsu, semua serba salah. Apalagi selama-lamanya! Maka firman Allah dalam salah satu ayat-Nya,
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ(10)وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ(11)
 "Dan berinfaqlah dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu, sebelum datang kematian atas salah seorang dari kamu lalu ia berkata, 'Wahai Tuhanku, mengapa tidak engkau beri kelonggaran waktu beberapa saat? (Kalau demikian) niscaya aku akan bersedekah dan menjadilah aku golongan yang shalih'. Tetapi tidaklah Allah akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang saatnya. Dan Allah Maha Melihat apa saja yang kamu lakukan." (QS. Al-Munafiqun: 10-11)
Betapa jelas Allah memberitahukan sesuatu yang tak mungkin bisa diceritakan manusia. Apa yang akan terjadi setelah datangnya kematian seorang hamba. Memang hanya Dia saja yang mengetahui. Karena itu tidaklah masuk akal bila kita masih juga menyepelekannya. Menyesali hidup, justru setelah datang kematian sama dengan menyesali saat naik bis setelah kita turun di terminal. Saatnya telah berlalu. Dan, tak bisa kembali lagi.
Karenanya tak ada alternatif lagi, kalau ingin sesal itu tidak hadir, sekaranglah waktunya. Pertaruhan nasib itu masih bisa kita lakukan, bukankah sekarang kita masih hidup? Mungkin nanti sore sebelum kita sampai di rumah, ajal itu datang. Bahkan bisa saja sebelum kita meninggalkan majlis Jum'atan ini. Segala sesuatunya mungkin saja terjadi. Tetapi seberapa singkatpun, kesempatan itu masih ada. Allah masih memberi kelonggaran, agar kita segera menetapkan keyakinan dan niat kuat, untuk memperbaiki hidup ini. Yang telah terjadi, itulah yang mestinya kita evaluasi. Betapa banyak penyimpangan telah kita lakukan. Betapa sulit sudah, menghitung jumlah dosa yang akan membawa kita ke neraka, saking bertumpuknya. Betapa pesimis nampaknya untuk bisa meraih janji Allah berupa syurga.
Jangankan syurga, bahkan mungkin sering terlintas dalam benak kita, asal jangan masuk neraka saja sudah cukup. Sekedar bisa hidup seperti saat di dunia ini saja sudah syukur, asal jangan masuk neraka. Tak perlulah hidup dengan segala fasilitas yang begitu luar biasa di syurga. Mungkin begitu kita membayangkan. Tetapi Allah hanya memberikan dua alternatif, syurga atau neraka. Selamat dari neraka berarti mendapatkan kenikmatan syurga yang menurut hadits Nabi, bentuknya belum pernah terbayangkan oleh otak manusia.
Nah, apakah kita merasa pantas mendapatkan hadiah demikian luar biasa, padahal hidup kita banyak kita isi dengan bermaksiat kepada Allah seperti hari-hari yang lalu? Pantaskah? Tidakkah Tuhan keliru, memilih dan memasukkan kita ke dalam kelompok hamba yang dikasihi-Nya, padahal kita sendiri tahu persis, seperti apa kualitas hidup kita. Rasanya tidak mungkin. Tetapi kalau begitu, berarti kita harus siap-siap menghadapi ancaman-Nya berupa siksa. Dan kita yakin, tak ada yang siap menghadapinya.
Karenanya sebelum semuanya terjadi, marilah kita bertaubat dan memperbaiki diri. Hidup hanyalah sebuah ujian. Dan betapapun singkatnya, hidup di dunia itulah yang akan menentukan nasib di alam kekal. Dan, karena hidup dibagi dalam batas hari, marilah kita bagi hari itu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai terjadi, kita senantiasa tak kebagian waktu untuk memenuhi panggilan-Nya, hanya karena sibuk mengurus dunia. Betapa rugi, bersusah payah mengejar sukses di dunia, ternyata di akhirat itu semua tak ada artinya. Padahal, akhirat itulah masa depan kita yang sebenar-benarnya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَالْعَصْرِ، إِنَّ الإِنسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ، إِلاَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.



Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
جَمَاعَةَ الْجُمُعَةِ،
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ.
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَجَنَّتَكَ وَنَسْأَلُكَ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ.
اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَلْقِ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ.
اَللَّهُمَّ عَذِّبْهُمْ عَذَابًا شَدِيْدًا وَحَسِّبْهُمْ حِسَابًا ثَقِيْلاً.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ






Betapa Cepat Usia Berpacu

Posted by : Alemusarai
Date :Senin, 14 April 2014
With 2komentar
Next Prev

Popular Posts

▲Top▲