Newest Post

Pro-Kontra Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2014

| Selasa, 21 Oktober 2014
Baca selengkapnya »


Publik dikagetkan oleh kelahiran undang-undang (UU) nomor 22 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pasalnya, UU itu mengubah sistem dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi oleh DPRD.
Saya kira opini publik yang terbentuk di tengah-tengah masyarakat terkait dengan RUU Pilkada adalah sangat menyayangkan dengan kemundurun sistem demokrasi di Indonesia dikarenakan masyarakat tidak ikut serta lagi dalam pemilihan kepala daerahnya. Namun disisi lain, RUU Pilkada juga dipilih atau disetujui oleh sebagian dengan alasan bosan atau mungkin bisa dikatakan geram dengan pemilihan yang baru-baru ini. dimana banyak sekali ditemukan kecurangan-kecurangan ketika proses pemilihan berlangsung. Contohnya saja dipemilihan presiden yang baru lewat ini, banyak terjadi penggelembungan suara misalnya di Papua dan beberapa daerah lainnya.
Mereka yang pro menyatakan, pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan pilihan tepat. Selain sebagai upaya kembali mengamalkan pancasila secara utuh, khususnya sila ke-4, terutama untuk menghindari konflik politik, baik vertikal maupun horizontal, yang kerap terjadi dalam pilkada langsung oleh rakyat.
Sebaliknya, pernyataan mereka yang kontra terkesan lebih tajam dan menikam. Mereka menyatakan, pilkada melalui DPRD merupakan langkah mundur di era reformasi. Mereka berpendapat demikian mungkin karena menganggap “reformasi” adalah perubahan total dari sistem sebelumnya, padahal arti kata reformasi adalah kembali ke format yang benar. Pernyataan tajam itu terutama menyangkut adanya tudingan, bahwa dengan melalui DPRD, kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) ke depan ditentukan oleh penguasa koalisi partai politik (parpol) pemenang pemilu legislatif masing-masing daerah.
Terlepas dari pro-kontra, kebiasaan para incumbent (sedang menjabat saat ini pada periode masa jabatan pertama). Melakukan aksi penggalangan dukungan kepada rakyat dengan beragam kegiatan di tengah masyarakat yang kerap diistilahkan sebagai aksi pencitraan. Dengan terbitnya UU 22 / 2014 para incumbent akan langsung tiarap: dengan kata lain, mereka akan menghentikan kegiatan pencitraan di tengah publik, selanjutnya memokuskan perhatian, energi dan materi untuk melakukan lobi-lobi politik kepada pimpinan parpol pemenang pemilu berikut dengan mitra koalisinya.

Pro-Kontra Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2014

Posted by : Alemusarai
Date :Selasa, 21 Oktober 2014
With 0komentar
Next Prev

Popular Posts

▲Top▲